Jaminan Persalinan, Angka Kematian Ibu dan KB
Senin, 26 Desember 2011 | aini midwife
KBR68H - Indonesia
menjadi salah satu negara di ASEAN yang memiliki angka kematian ibu
(AKI) yang tingggi. AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 penduduk.
Tidak hanya angka kematian ibu saja yang tinggi, angka kematian bayi
juga masih sangat tinggi yaitu sebanyak 35 bayi per seribu kelahiran.
Angka yang tinggi ini menurut Direktur Bina Kesertaan Keluarga Berencana
Dokter Wicaksono disebabkan oleh apa yang disebutnya sebagai 3T dan 4
Terlalu. “Terlambat mengenal penyakit dan terlambat mengambil keputusan.
Terlambat dilarikan ke rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan.
Terlambat ditangani. Selain itu ada 4 Terlalu yaitu terlalu muda sudah
kawin. Terlalu banyak anak, terlalu tua melahirkan dan terlalu sering
hamil,” jelas Wicaksono.
Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi ini
salah satu pemicunya adalah kekurangan biaya yang dihadapi oleh ibu
hamil. Menurut Wicaksono akibat kekurangan biaya, para ibu hamil sulit
mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan memilih menggunakan jasa
tenaga non medis. “Mereka ini perlu ditolong dari struktur biaya.
Disamping ada Jamkesmas, mereka dibantu biaya dengan Jaminan Persalinan
ini,” tambah Wicaksono. Jaminan Persalinan diberikan kepada ibu dari
keluarga miskin yang tak terbantu oleh Jaminan Kesehatan (Jamkesmas).
“Ilustrasi yang paling mudah adalah ini misalnya ada 100 orang ibu
melahirkan 70 orang ini sudah memiliki jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas). Tiga puluh orang lagi yang tidak tertutupi oleh Jamkesmas
ini maka akan di bantu pembiayaannya melalui Jaminan Persalinan ini,”
jelas Wicaksono.
Jaminan Pembiayaan Sejak Hamil
Wicaksono mengatakan pada prinsipnya
pemanfaatan Jaminan Persalinan ini mudah. Setiap ibu hamil yang ingin
mendapatkan Jaminan Persalinan ini harus datang ke Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) sejak ia hamil. Di Puskesmas ini selama masa
kehamilan si ibu harus memeriksakan kehamilannya paling sedikit 4 kali.
Tidak perlu takut, menurut Wicaksono pembiayaan Jaminan Persalinan ini
sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kandungannya di
Puskesmas. Selain itu paket Jaminan persalinan ini juga termasuk
pembiayaan proses persalinan, masa nifas dan termasuk alat-alat KB yang
dipilih oleh si ibu pasca melahirkan. Jaminan Persalinan ini juga
membantu biaya perawatan anak bayi yang baru lahir hingga usia 28 hari.
“Masyarakat yang mau ikut Jampersal silahkan datang ke Puskesmas,
Polindes atau apapun pelayanan kesehatan dasar terdekat,” jelas
Wicaksono.
Kemudahan Jaminan Persalinan ini menurut
Wicaksono dibuktikan dengan keikutsertaan swasta dalam pelayanan
kesehatan ibu melahirkan ini. “Proses persalinan normal pada dasarnya
akan dibantu sepenuhnya di tingkat pelayanan kesehatan dasar seperti
Puskesmas. Kalau ditemukan kelainan maka akan dirujuk pada pelayanan
kesehatan lanjutan. Swasta juga bisa selama sudah memiliki kerjasama
dengan tim pengelola Jampersal, “ kata Wicaksono.
Jaminan Persalinan dan AKI
Menurut teori program Jaminan Persalinan
pemerintah ini sangat mungkin membantu penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) namun praktiknya seringkali tidaklah semudah dan seindah rencana.
Peneliti YLKI Ida Marlinda menyampai kekhawatiran praktik Jaminan
Persalinan akan mengalami masalah yang mirip dengan Jaminan Kesehatan
(Jamkesmas) lalu. “Terkadang masyarakat kita memiliki kesulitan biaya
untuk pergi ke pusat pelayanan kesehatan. Belum lagi tingkat kepercayaan
yang masih rendah dari masyarakat pada pelayanan kesehatan ini. Surat
miskin masih sulit untuk dibuat dan terkadang masih salah alamat,”
ungkap Ida Marlinda.
Salah satu hal yang dipertanyakan dalam
pemberian Jaminan Persalinan ini adalah mutu pelayanan kesehatan.
Menjawab hal ini Wicaksono mengatakan bahwa dalam program jaminan
persalinan memang dikenal pemakaian alat-alat kesehatan dengan sistem
perlu tidak perlu sesuai level pelayanan. Artinya di tingkat pelayanan
dasar beberapa alat tidak digunakan mengingat harganya yang mahal. “ Di
Puskesmas standar saja tidak ada USG. Setelah merasakan sakit baru nanti
dirujuk ke rumah sakit, di sana baru ada USG,” jelas Wicaksono.
Jaminan Persalinan Versus KB
Jaminan Persalinan ini di satu sisi
memberikan angin segara bagi perkembangan penduduk di Indonesia. Namun
disisi lain jaminan persalinan ini dikhawatirkan akan mendukung adanya
ledakan penduduk. Wicaksono mengatakan sampai saat ini Jaminan
Persalinan memang tidak membatasi jumlah anak yang dilahirkan namun di
masa mendatang Jaminan Persalinan hanya akan diberikan untuk anak
pertama dan kedua.
Tingginya angka pertumbuhan penduduk di
Indonesia menurut Wicaksono seharusnya bisa diminimalkan melalui program
KB. Menurut dia masyarakat harus diberikan pendidikan mendalam mengenai
KB. Ida Marlinda mengatakan tingginya jumlah penduduk dan angka
kelahiran bayi ini bukan disebabkan oleh masyarakat tidak mengenal KB
namun lebih karena masalah ekonomi. “Masyarakat miskin ini bukannya
tidak tahu tapi lebih mereka tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Alat-alat KB dulu gratis lalu tiba-tiba mereka harus bayar. Jadi mereka
tidak tahu lagi harus bagaimana,” kata Ida Marlinda.
Kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan
bisa menjawab masalah ini. Wicaksono mengatakan Jaminan Persalinan juga
memberikan pelayanan kontrasepsi setelah melahirkan. “Pelayanan alat
kontrasepsi ini langsung diberikan pada ibu setelah melhirkan. Tapi
bukan hanya ibunya saja, kontrasepsi juga diberikan pada ayah,” kata
Wicaksono. Namun pada dasarnya pemberian kontrasepsi ini tidak bersifat
pemaksaan. Pemberian kontrasepsi ini didasarkan pada pilihan pasangan
suami istri itu.
Ida Marlinda setuju bila masyarakat
miskin butuh diberikan pendidikan mengenai kontrasepsi. “Berikan mereka
kesempatan untuk berkonsultasi agar mereka yakin pada pilihan yang akan
diambil. Biar mereka merasa nyaman dan aman,” tambah Ida. Masyarakat
miskin juga punya hak dalam menentukan masa depan reproduksi mereka
sendiri.
Perbincangan ini kerjasama KBR68H dengan BKKBN.
Tags: mutu pelayanan kebidanan | 0 komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar