Gejala Herpes dan Ancaman Terhadap Bayi
Minggu, 16 Oktober 2011 | aini midwife
HERPES |
Mirip gejala flu
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks; keduanya berasal dari virus yang berbeda. Zoster, disebabkan oleh virus Varicella zoster. Sifat penyakitnya lebih ringan dibandingkan dengan jenis simpleks akibat Herpes Simpleks Virus (HSV). Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja.
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks; keduanya berasal dari virus yang berbeda. Zoster, disebabkan oleh virus Varicella zoster. Sifat penyakitnya lebih ringan dibandingkan dengan jenis simpleks akibat Herpes Simpleks Virus (HSV). Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja.
HSV-1
umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar
mulut (herpes simpleks labialis). Sedangkan HSV-2 lebih menyukai bagian
pinggang ke bawah. Penderitaan makin parah bila sampai menyerang daerah
genital, yang kemudian disebut herpes genitalis.
Penderita
herpes genitalis kebanyakan adalah kalangan orang dewasa muda berusia
20 - 30-an, dan ini sesuai dengan cara penyebarannya yaitu melalui
kontak seksual. terbuka kemungkinan herpes genitalis disebabkan oleh
HSV-1 (sekitar 16,1%) akibat hubungan kelamin secara orogenital atau
penularan melalui tangan.
Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes,
mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan
pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Herpes
genitalis primer memiliki masa tunas atau inkubasi antara 4 - 7 hari.
Pada awalnya, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan,
demam, sakit kepala, kelelahan, serta sakit otot, terutama di bagian
kaki. Dilanjutkan dengan rasa gatal dan agak panas seperti ditusuk-tusuk
pada bagian kulit yang ditumbuhi vesicle (vesikel = gelembung).
Kemudian
kulit tampak kemerahan dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan
ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga
menimbulkan luka yang melebar. Bahkan ada kalanya kelenjar getah bening
di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.
Pada
pria gejala akan tampak lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian
luar kelenjar penis, batang penis, buah zakar, atau daerah anus.
Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya
tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora,
klitoris, malah acap kali leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis.
Gejala itu sering disertai uretritis berupa rasa nyeri pada saluran
kencing.
Beruntung
bila terjadi kasus episode I non-infeksi primer. Artinya, infeksi sudah
lama berlangsung, tetapi sebelum timbul gejala klinis tubuh sudah
membentuk zat anti. Sehingga saat masuk episode I, kelainan yang timbul
tidak seberat episode I dengan infeksi primer. Bila penderita pernah
terkena HSV-1, antibodi HSV-1 sudah terbentuk, akibatnya infeksi HSV-2
akan lebih ringan dan sering muncul tanpa gejala.
Namun,
karena bersifat permanen, bila suatu ketika timbul faktor pencetus,
virus akan aktif dan berkembang kembali mengakibatkan infeksi ulang.
Saat itu, karena tubuh hospes sudah memiliki antibodi spesifik, kelainan yang timbul dan gejalanya mungkin tidak seberat infeksi primer.
Adapun
faktor pencetus kambuhnya herpes antara lain trauma (luka), hubungan
seksual berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stres, kelelahan,
alkohol, obat-obatan, haid (pada wanita), serta sinar ultraviolet.
Herpes
genitalis pada orang dengan imunodefisiensi (gangguan fungsi kekebalan
tubuh) bisa berakibat cukup progresif berupa lesi (semacam luka) dalam,
bahkan lebih luas, pada daerah sekitar kelamin dan dubur. Namun pada
imunodefisiensi ringan keluhan yang muncul berupa tingginya frekuensi
kambuh dengan penyembuhan lebih lama.
Proteksi individual
Kematian
akibat infeksi HSV-2 pada orang dewasa memang jarang terjadi. Namun
herpes genitalis perlu penanganan serius, selain karena belum ada obat
atau vaksin yang efektif, perkembangan akibatnya pun sulit diramalkan.
Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prediksi akibat yang
lebih baik, sedangkan infeksi rekuren (berulang) hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya.
Karena
rasa nyeri dan gejala lainnya yang bervariasi, biasanya pasien akan
mendapatkan obat analgetik, antipiretik, serta obat antivirus, misalnya
interferon, sesuai dengan kebutuhan individual. Selain itu ada juga zat
pengering antiseptik yang secara topikal mengeringkan lesi, mencegah
infeksi sekunder, dan mempercepat penyembuhan.
Suami
atau istri dengan pasangan yang pernah terinfeksi herpes genitalis
perlu melakukan proteksi individual berupa penggunaan dua macam alat
perintang, yaitu spermicidal foam (busa pembasmi sperma) dan kondom. Spermicidal foam secara in vitro
(di laboratorium) mampu mematikan virus, sedangkan kondom untuk
menghambat atau mengurangi penetrasi virus. Kombinasi kedua pencegahan
itu, yang kemudian disusul dengan pencucian alat kelamin dengan air dan
sabun pasca koitus, dapat mencegah penularan herpes genitalis hampir
100% . Sementara itu si pengidap harus berusaha menyingkirkan
faktor-faktor pencetusnya.
Selain
itu perlu pengobatan psikiatrik yang membantu mengatasi faktor psikis.
Terutama pada pengidap kambuhan, faktor itu berperan dalam memunculkan
serangan yang meski tidak separah episode primer, namun melibatkan
tambahan gangguan kejiwaan.
Ancaman terhadap bayi
Herpes genitalis pada mulut rahim yang acap kali tanpa gejala klinis bukanlah ancaman ringan, apalagi bagi wanita hamil. HSV-2 bisa mempengaruhi kondisi kehamilan maupun janin atau bayinya. Bila penularan (transmisi) terjadi pada trisemester I kehamilan, hal itu cenderung mengakibatkan abortus. Sedangkan pada trisemester II bisa terjadi kelahiran prematur.
Herpes genitalis pada mulut rahim yang acap kali tanpa gejala klinis bukanlah ancaman ringan, apalagi bagi wanita hamil. HSV-2 bisa mempengaruhi kondisi kehamilan maupun janin atau bayinya. Bila penularan (transmisi) terjadi pada trisemester I kehamilan, hal itu cenderung mengakibatkan abortus. Sedangkan pada trisemester II bisa terjadi kelahiran prematur.
Kelainan
akibat herpes pada bayi sangat beragam, mulai dari lesi hingga di
antaranya ensefalitis (radang selaput otak), mikrosefali (kepala kecil),
atau hidrosefali (busung kepala). Infeksi terhadap bayi baru lahir bisa
berakibat fatal. Terbukti dengan tercatatnya angka mortalitas sebesar
60%, sementara setengah dari yang hidup akan menderita cacat saraf atau
kelainan pada mata.
Risiko
tinggi penularan HSV ini terutama terjadi pada wanita hamil dengan
infeksi primer, yaitu ibu yang belum memiliki antibodi terhadap HSV
namun pasangannya seropositif; atau dilakukannya prosedur invasif saat
intrapartum (saat proses kelahiran) terhadap bayi dari ibu dengan
riwayat herpes genitalis atau seropositif HSV.
Penularan pada bayi sebagian besar (90%) terjadi saat proses kelahiran, 5% pada janin melalui plasenta atau langsung mengenai fetus (janin). Selebihnya, 5%, infeksi HSV diperoleh sehabis masa persalinan.
Kontak
lama dengan cairan terinfeksi dapat meningkatkan risiko bayi tertular.
Maka, pada wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer, dalam
enam minggu terakhir masa kehamilannya dianjurkan untuk menjalani bedah caesar sebelum atau dalam empat jam sesudah pecah ketuban.
Kecuali itu, tindakan bedah caesar akan dilakukan pada wanita dengan perkembangan virus pada saat atau hampir melahirkan. Kendati begitu, bedah caesar memang tidak selalu dilakukan pada wanita pengidap herpes genitalis kambuhan.
Untuk
menjamin kepastiannya, perlu dilakukan pemeriksaan virus dan darah
mulai usia kehamilan 32 - 36 minggu. Selanjutnya, setidaknya tiap
minggu, dilakukan kultur sekret serviks dan genital eksternal. Bila
kultur virus yang diinkubasi minimal empat hari memberikan hasil negatif
dua kali berturut-turut, serta tidak muncul lesi genital saat
melahirkan, persalinan normal bisa dilakukan.
Pada
infeksi primer, wanita hamil masih dipertimbangkan untuk mendapatkan
obat tertentu., mengenai penatalaksanaan herpes genitalis pada wanita
hamil dengan mempertimbangkan apakah infeksi itu primer atau kambuhan,
serta usia kehamilannya.
Tindakan
terhadap bayi dari ibu penderita herpes genitalis beragam, di antaranya
ada rumah sakit yang menganjurkan isolasi. Selanjutnya, pada bayi
dilakukan pemeriksaan kultur virus, fungsi hati, dan cairan
serebrospinalis (otak), selain pengawasan ketat selama bulan pertama
kehidupannya. Spesimen untuk kultur virus diambil dari mata, mulut, dan
lesi kulit.
Infeksi
herpes simpleks pada bayi yang baru lahir memang sangat mengkhawatirkan
dan memberikan prediksi akibat yang buruk bila tidak segera diobati.
Untungnya, pengobatan selama ini mampu menurunkan angka kematian,
demikian juga mencegah progresivitas penyakit berupa infeksi herpes pada
susunan saraf pusat atau infeksi diseminata (penyebaran ke bagian tubuh
lain)
Tags: herpes | 0 komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar