HAI

this is blog about heaLTHY sciens... thanks to visit my blog... :]

HERPES

Minggu, 16 Oktober 2011 | aini midwife

A. Herpes Genitalia adalah infeksi akut (STD=sexually transmitted disease), yang disebabkan oleh Virus Herpes Simplex (terutama HSV=Herpes Simplex Virus type II), ditandai dengan timbulnya vesikula (vesikel = peninggian kulit berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah menimbulkan erosi kayak koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna kemerahan.



Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda.
1. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster. Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja.
2. Herpes simpleks, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang bagian pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan oral seks, serta penularan melalui tangan.

INFEKSI
Bila seseorang terkena HSV, maka infeksi yang terjadi dapat berupa episode I infeksi primer (pertama kali terjadi pada dirinya), episode I non primer, infeksi rekurens (ulangan), asimtomatik atau tidak ada infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.
Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis. Pada keadaan ini tubuh sudah membentuk antibody sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang terjadi tidak seberat episode I dengan infeksi primer.
Sedangkan infeksi rekurens terjadi apabila HSV yang sudah ada dalam tubuh seseorang aktif kembali dan menggandakan diri. Hal ini terjadi karena adanya factor pencetus, yaitu berupa trauma (luka), hubungan seksual yang berlebihan, demam, gangguan alat pencernaan, stress, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol serta obat-obatan yang menurunkan kekebalan tubuh seperti misalnya pada penderita kanker yang mengalami kemoterapi.

GEJALA
Herpes genitalis primer memiliki masa inkubasi antara 3 - 7 hari. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi bisa juga tidak tampak, terutama apabila lukanya berada di daerah mulut rahim pada perempuan. Pada awalnya, gejala ini didahului oleh rasa terbakar beberpa jam sebelumnya pada daerah dimana akan terjadi luka. Setelah luka timbul, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta nyeri otot. Luka yang terjadi berbentuk vesikel atau gelembung-gelembung. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan luka yang melebar. Bahkan ada kalanya kelenjar getah bening di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.
Pada pria gejala akan tampak lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis, batang penis, buah zakar, atau daerah anus. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora, klitoris, malah acap kali leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis. Gejala itu sering disertai rasa nyeri pada saluran kencing.

PENULARAN DAN PENCEGAHANNYA Baik HSV-1 maupun HSV-2 menular melalui kontak kulit, ciuman, hubungan seks dan oral seks. Herpes paling mudah ditularkan pada masa terjadinya luka aktif. Akan tetapi virus juga dapat menyebar selama tidak ada gejala yang tampak, dan ditularkan dari daerah yang kelihatannya tidak aktif. Sebagian besar penularan herpes genitalis ini terjadi melalui kontak seksual. Sulitnya, kadang-kadang penderita tidak sadar bahwa ia sedang kambuh, sehingga dengan melakukan hubungan seks yang tidak terlindungi, ia menularkan virus ini ke pasangannya.
Memang akibat infeksi HSV-2 jarang sampai menimbulkan kematian pada orang dewasa. Namun herpes genitalis perlu penanganan serius, karena selain belum ada obat atau vaksin yang efektif, perkembangan akibatnya pun sulit diramalkan. Infeksi primer dini yang segera diobati besar kemungkinan akan dapat mencegah penyakit ini kambuh, sedangkan infeksi rekuren (ulangan) hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya.
Suami atau istri dengan pasangan yang pernah terinfeksi herpes genitalis perlu melakukan proteksi individual dengan cara menggunakan dua macam alat perintang, yaitu spermicidal foam (busa pembasmi sperma) dan kondom. Spermicidal foam mampu mematikan virus, sedangkan kondom berfungsi untuk menghambat atau mengurangi masuknya virus. Sementara itu si pengidap harus berusaha menyingkirkan faktor-faktor pencetus seperti yang sudah diungkapkan di atas.
Yang juga dikhawatirkan adalah penularan ibu yang mengidap HSV kepada bayi yang dikandung/dilahirkannya. Bila penularan (transmisi) terjadi pada trimester I kehamilan, hal itu cenderung mengakibatkan abortus. Sedangkan pada trimester II bisa terjadi kelahiran prematur. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita herpes genitalis dapat menderita kelainan yang sangat beragam, mulai dari hepatitis, ensefalitis bahkan bisa lahir dalam keadaan mati.
Selain pencegahan terhadap penularan serta menghindari faktor pencetus bagi penderita, yang perlu juga diperhatikan adalah kondisi kejiwaan bagi penderita herpes genitalis ini. Anggapan bahwa herpes adalah penyakit kotor, tidak dapat disembuhkan, menular dengan mudah, dll, membuat orang yang terkena herpes akan malu dan takut melakukan pemeriksaan dan berobat. Padahal apabila pengobatan dilakukan sedini mungkin, maka penyakit ini lebih bisa dikendalikan.

B. Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-Zoster yang sifatnya “localiced”, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral dan gerombolan veskule yang tersebar sesuai dermatom yang diinversi oleh satu ganglion saraf sensoris.

PATOFISIOLOGI
HZ terjadi pada penderita-penderita yang pernah menderita varisela karena reaktivasio virus yang laten yang terdapat pada ganglion dorsalis atau nervus kranialis.
Pada orang usia lanjut dan dengan penurunan imunitas seperti pada keganasan, pemakaian radioterapi, imunosupresiva dan pemakaian kortikosteroid lama dapat merpakan pencetus untuk timbulnya herpes zoster. Tersering di badan (Zoster Torakalis) dan dahi (Zoster Optalmikus).

GEJALA KLINIS
1. Stadium prodromal
Gejala pertama adalah berupa gatal/rasa nyeri pada dermatom yang terserang disertai dengan panas, melese dan nyeri kepala.
2. Stadium erupsi
Mula-mula timbul papule atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1 – 2 hari akan timbul gerombolan vesikule di atas kulit yang eritematus sedangkan kulit diantara gerombolan tetap normal usia lesi pada satu gerombolan adalah sama sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama.
Lokalisasi lesi sesuai dengan dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis tengah dari tubuh.
3. Stadium krustasi
Vesikule menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1 – 2 minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetika, terutama pada orang tua yang dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.

CARA PEMERIKSAAN
Diagnosis berdasarkan :
- gejala-gejala klinik
- sitologi (64% Tzanck smear +) : adanya sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel akantolitik.
- kultur virus (lembaga virologi).

DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis Kontakta Alergika
- Vcarisela
- Herpes Simpleks
- Penyakit-penyakit dengan efloresensi bula : - Pemfigus Vulgaris
- Dermatitis herpetiformis dari Duhring.
- Bulos Pemfigoid.

PENYULIT
- Infeksi sekunder
- Neuralgi pasca herpetika
- Kerato-konjungtivitis pada herpes zoster optalmikus.
- Ramsay Hunt Syndrom pada herpes yang mengenai genglion genikulatum :
- Herpes pada telinga bagian luar.
- Otalgi.
- Paralisis daerah fasial (muka)
- Zoster generalisata : suatu zoster yang disertai dengan varisela.

PENATALAKSANAAN
- Analgetika : Metampiron : 4 x 1 tab/h.
- Bila ada rasa gatal antihistamin : C.T.M. : 3 x 1 tabl/h.
- Bila ada sekunder infeksi : antibiotika.
Eritromisin : 4 x 250 – 500 mg/hr
Natrium Dikloksasilina : 3 x 125 – 250 mg/hr
- Kortikosteroid per oral yang diberikan pada stadium akut dapat menekan proses keradangan dan dapat berguna untuk mengurangi rasa nyeri yang hebat. Banyak digunakan pada orang tua di atas 50 th dengan status imun yang normal.
Dosis : prednison : 40 mg/h selama 5 hr, dikurangi menjadi 20 mg/h selama 5 hari dan kemudian 10 mg/h selama 5 hari.
- Asiklovir : menurut literatur pemakaian Asiklovir oral pada penderita-penderita H.Z dengan status imunologis normal masih menjadi bahan perdebatan dan hanya diberikan pada H.Z yang berat dan resiko tinggi. Dosis : 5 x 800 mg/hr selama 7 – 10 hr.
Asiklovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetika.
- Lokal : bila kering : bedak yang berisi : R/ Acidum Borikum 10%.
Okdisun Zinsi 10%
Mentol 1%
bila basah : kompres garam faali.
kompres Solusi Burowi (1:4)
- Neuralgi pasca herpetika :
Menurut literatur dapat diberikan :
- Aspiran : 3 x 1 tabl (500 mg)/h
- Anti Depresan Trisiklik mis. Amitriphyline 50 – 100 mh/hr
- Karbamasepin (Tegretol) : 3 x 1 tabl (200g)/h
- Kortikosteroid yang disuntikkan intra-lesi (10 mg/ml, dosis maksimum 60 mg) kadang-kadang efektif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arnold H.L, Odom, R.B., James, W.D.: Andrew’s Diseases of the Skin 8th ed., Piladelphia : WB Saunders Co., Philadel., London, Toronto, 8 th ed. 1990, p.446– 451.
2. Arndt, K. : Manual of Dermatologic Therapeutics, 4th ed. Little, Brownb and Co, Boston, Toronto 1989, p.89 – 87.
3. Bondi, E.E.: Jegasothy, B.V;Lazarus, G.S.: A Lange Clinical Manual Dermatology Diagnosis and Theraphy, First ed 1991, p.66 – 69.
4. Rook, A; Wilkinson, D.S; Ebling, F.J.G; Champion, R.H; Burton, J.L. IN Text Book of Dermatologi, Blackwell Scientific Publications, Oxford, London, Edinburg, 4th ed, 1986, p.680 – 685.

Tags: | 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar